MATA PELAJARAN SEBELAH MATA
Dinamika dunia pendidikan di Indonesia senantiasa selalu menghasilkan berbagai solusi masalah-masalah pendidikan yang ada sebelumnya tetapi juga menghasilkan permasalahan baru. Fokus dinamika dunia pendidikan di Indonesia sebatas hanya dalam materi kurikulum. Kurikulum adalah suatu obyek yang paling gampang menjadi sasaran perubahan. Memang tidak salah sebenarnya untuk merubah kurikulum, tetapi harus sesuai dengan kondisi, kemampuan, dan karakteristik serta tujuan utama dari pendidikan.
Mens sana in corpore sano adalah ungkapan bahasa latin yang sering kita dengar. Berkaitan dengan jasmani dan jiwa manusia. Ungkapan tersebut dengan jelas telah memberikan kita pandangan betapa pentingnya kesehatan, baik itu jasmani maupun kesehatan kejiwaan. A healthy mind in a healthy body merefleksikan bahwa sebenarnya dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Coba kita runtut secara logika, bukankah dalam ungkapan tersebut lebih dahulu ditekankan untuk menjaga kesehatan tubuh (jasmani) setelah itu berlanjut pada kesehatan jiwa (mental). Maka dengan kata lain bahwa orang yang sakit tubuhnya mengindikasikan kondisi jiwanya juga tidak sehat. Walaupun misalnya dalam skala kecil “sakit” kejiwaan memang tidak bisa dilihat secara kasat mata. Lalu bagaimanakah jiwa yang sehat itu? Itulah yang ingin dicapai tetapi untuk mencapainya harus dengan kondisi sehat secara jasmani pula.
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan sebagai salah satu mata pelajaran baik di sekolah dasar dan di sekolah menengah sering dipandang sebagai mata pelajaran yang kurang penting, berada di kasta kedua setelah pelajaran yang lain. Sering ditemui guru Penjasorkes di sekolah-sekolah bukan dari jurusan yang sesuai dengan bidangnya. Tidak hanya di luar kota (daerah) di kota besar masih banyak guru pendidikan jasmani yang tidak sesuai dengan jurusan pendididkannya. Keadaan ini sudah terjadi dari dulu sejak masa pemerintahan sebelum- sebelumnya. Terlebih ketika saat aplikasi nyata dalam pelajaran sering yang disampaikan hanya bagian olahraganya saja, lalu dimana bagian Pendidikan Jasmaninya?
Pendidikan jasmani mempunyai esensi mendidik melalui aktivitas jasmani. Tidak hanya mengajar, mendidik lebih menekankan pada ranah afektif yang sering dilupakan tenaga pendidik karena kesibukannya berkutat dengan ranah kognitif. Sudah mengakar dan menjadi stigma dalam masyarakat Indonesia bahwa orang yang pintar itu adalah orang yang pintar berhitung. Sedangkan menurut Howard Gardner dalam literasinya sebenarnya manusia itu mempunyai 8 kecerdasan dasar. Masing-masing manusia memiliki bidang kecerdasan sendiri yang memungkinkan untuk berkembang menjadi kelebihan maupun menjadi profesinya.
Howard Gardner multiple intelegences |
Menilik kurikulum saat ini (KTSP) yang memberikan porsi lebih pada aspek baca, tulis, dan hitung, dimana dari ketiga aspek tersebut mengacu pada ranah kognitif saja. Padahal dalam pendidikan terdapat 3 ranah yang harus tersentuh dalam mencapai tujuan pendidikan, yaitu ranah kognitif, ranah afektif atau sikap perilaku, dan ranah psikomotorik. Ketiganya harus mendapat porsi yang sama jika hakekat pendidikan ingin dicapai. Lebih lanjut mengenai peran pendidikan jasmani sebenarnya perlu dibahas pula mengenai manfaat yang bisa didapat. Ditinjau dari tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik, pendidikan jasmani sangat mungkin sekali digunakan untuk mengembangkan ketiga ranah tersebut secara berkesinambungan dan dalam waktu yang sama. Porsi antara ketiga ranah juga dapat dikembangkan sesuai dengan keingginan pengajar dalam hal ini guru pendidikan jasmani. Bukan tidak mungkin bahwa pendidikan jasmani menjadi obyek mata pelajaran yang tepat untuk mengembangkan karakter mengingat selama ini sedang digadang-gadang dengan pendidikan karakter bangsa yang bertujuan ingin mengembalikan karakter bangsa Indonesia yang selama ini tergerus oleh modernisasi jaman.
Bila kita bertolak ukur pada negara-negara maju di Eropa, Jerman contohnya, dengan sistem kurikulum yang diterapkan disana pendidikan jasmani menjadi mata pelajaran favorit bagi peserta didik disana. Prioritas pendidikan jasmani disana tidak tanpa sebab. Melihat pada sejarah berkembangnya pendidikan, Huizinga menuliskan dalam bukunya “manusia pada hakekatnya adalah bermain”. Dengan bermain mereka menemukan sebuah pengalaman yang nantinya bisa diterapkan dalam kehidupan. Bermain merupakan sifat dasar manusia yang tidak bisa dihilangkan dan alami. Dimana bermain dalam hal ini menyangkut segala kegiatan. Aktivitas jasmani selama ini sering diartikan sebagai aktivitas yang menguras tenaga, membutuhkan banyak kalori, berkeringat, dan sebagainya. Padahal aktivitas jasmani tidak sebatas itu saja. Menyanyi, melukis, berjalan, berinteraksi, berbicara, itu semua merupakan contoh aktifitas jasmani.
Untuk mewujudkan karakter siswa melalui pendidikan karakter perlu sebuah cara dan strategi yang tepat. Perubahan kurikulum mungkin menjadi pilihan yang mudah untuk diterapkan dalam dunia kependidikan. Namun alangkah baiknya jika substansi dari kurikulum yang akan diterapkan nantinya tidak mendiskreditkan sebagian mata pelajaran. Menjadikannya sebagai mata pelajaran yang dipandang sebelah mata dan jarang sekali untuk dilirik, apalagi untuk dijadikan sebagai mata pelajaran untuk ujian tingkat nasional. Semua mata pelajaran itu penting, naïf sekali jika ada beberapa mata pelajaran yang berada dianggap penting dan tidak penting. Semoga perubahan-perubahan yang positif dalam dunia pendidikan di Indonesia bisa menghilangkan batasan tersebut.
Belum ada tanggapan untuk "Pendidikan Jasmani Itu"
Post a Comment