Lari jarak jauh. Dahulu sama
sekali tidak pernah terpikir bisa melakukannya. Sejak dari kecil sampai lulus
kuliah. Jika tidak salah sudah hampir 9 tahun yang lalu. Lari paling jauh 2400
meter saja. Lari tanpa berhenti atau jalan kaki. Itupun dalam rangka kuliah
fisiologi manusia. Kebetulan pas saya yang jadi subyek percobaan. Malah jadi
ingat. Mata kuliah ini sampai harus dua semester saya ambil. Semester pertama
nilai tidak keluar. Gara-gara tidak ikut ujian akhir. Kena apes di jalan pas berangkat pagi. Serempetan motor dengan orang.
Celana sobek kaki berdarah, ujian tidak sempat terkejar. Minta dispensasi dosen
ujian susulan tidak disetujui. Ibarat sudah jatuh tertimpa genteng. Namanya
juga halangan.
Setahun terakhir mulai tertarik
lari. Penasaran, pasalnya beberapa kawan sudah melakukan. Memikirkan lari lima
kilometer tanpa berhenti. Mustahil rasanya. Namun rasa penasaran lebih kuat.
Terhitung sejak Juli 2016, mulai lari setiap pagi. Terinspirasi beberapa teman
yang sudah mulai duluan. Sepertinya mengasyikkan.
Di hari pertama mencoba lari.
Semangat sudah membara. Angan-angan target pertama 2000 meter. Langsung lari setelah
solat subuh. Belum sampai 500 meter. Tubuh sudah tidak kuat melanjutkan lari.
Sisa rute diselesaikan dengan jalan kaki. Target hari pertama belum terpenuhi.
Ternyata Kemampuan fisik jauh menurun. Rasanya kok wajar. Hampir Sembilan tahun
tidak pernah lari jauh. Selama mengajar bisanya cuma menyuruh lari. Dalam hati
merasa malu. Tertantang untuk bisa melakukan juga.
Harus bisa memenuhi lari 2000
meter nonstop. Begitulah pikiran
saya. Di hari berikutnya harus bisa melampaui hari pertama. Target berubah
sekarang. Paling tidak harus lebih jauh 50 meter dari hari sebelumnya. Hari
kedua mulai lagi lari setelah subuh. Belajar dari hari pertama. Awal lari jangan diambil cepat. Pelan-pelan
asalkan konstan. Akhirnya bisa juga lebih jauh. Bahkan sampai 650 meter. Tidak
buruk bagi pelari pemula.
Hari-hari berikutnya semakin asik
saja. Semakin bisa merasakan feel jogging setiap pagi. Segarnya udara pagi
membuat ketagihan. Apalagi perasaan puas bisa melampaui jarak tempuh hari
sebelumnya. Pas pada hari ke tujuh. Target lari 2000 meter tanpa henti
tercapai. Merupakan kepuasan tersendiri. Mengingat pada dasarnya saya bukan
tipe pelari jarak jauh. Dengan tinggi 173 cm, berat badan 87 kg. Jelas bukan
merupakan tubuh ideal. Sedikit kelebihan berat badan. Meskipun belum bisa dikatakan
kegemukan.
Masih menganut aliran lari lebih
jauh dari hari sebelumnya. Namun kali ini agak berbeda. Jika dulu setiap hari
tanpa jeda. Sekarang merubah jadwal. Pola menjadi tiga kali lari sehari
istirahat. Secara bertahapjarak tempuh bertambah. Hampir memasuki bulan kedua.
Target semula 5000 meter lari tanpa henti tercapai. Masih belum memikirkan
berapa waktu tempuhnya. Yang paling penting bisa lari jogging tanpa berhenti.
Ada hal yang baru bagi saya. Rutin
berlari pagi bisa menekan nafsu makan. Itulah yang saya rasakan. Aneh juga
sebenarnya. Semakin banyak aktivitas malah menurun nafsu makan. Terhitung
hampir memasuki bulan keempat. Sudah berhasil lari 10000 meter tanpa henti. Berat
badan juga turun 10 kg. Lanjut hari-hari berikutnya. Jarak tempuh lari paling
jauh mencapai 15000 meter. Itu adalah rekor terjauh saya sampai sekarang. Belum
bisa lagi melampaui. Belum memikirkan target waktu. Lari memang hanya untuk
kegiatan saja. Dengan berbekal kemampuan itu jadi berani ikut event lari. Event
lari pertama, Borobudur Marathon 2016. Ikut di rute 10K. Berhasil menyelesaikan
dengan sempurna lari nonstop 10K.
Meskipun tidak juara. Yang penting dapat race
pack dan medali finisher.
(Artikel pertama kali dipublikasikan melalui gurusiana.id)
Belum ada tanggapan untuk "Finisher Sudah Cukup"
Post a Comment